Di era digital yang semakin berkembang, kecerdasan buatan (AI) telah menjadi sorotan utama dalam industri teknologi global. Perusahaan-perusahaan besar berlomba-lomba mengembangkan inovasi AI yang mampu mengubah berbagai sektor kehidupan.
Salah satu pemain terbesar dalam bidang ini adalah OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, yang dikenal luas sebagai model AI canggih yang telah merevolusi cara manusia berinteraksi dengan teknologi. Namun, di balik kemajuan yang dihasilkan, OpenAI dihadapkan pada tantangan finansial yang tidak bisa diabaikan.
OpenAI dilaporkan sedang melobi investor untuk mengumpulkan dana sebesar US$6,5 miliar, atau sekitar Rp100 triliun. Dengan penggalangan dana ini, valuasi perusahaan bisa mencapai US$150 miliar (sekitar Rp2.310 triliun), berdasarkan asumsi kurs Rp15.400 per dolar AS.
"Valuasi baru ini jauh lebih tinggi dari valuasi US$86 miliar yang dilaporkan tahun lalu dan jauh di atas valuasi startup AI lainnya saat ini," tulis situs Tech Crunch, dilansir Jumat (13/9).
Putaran pendanaan ini kabarnya dipimpin oleh Thrive Capital, yang juga merupakan investor utama OpenAI pada putaran sebelumnya. Selain Thrive Capital, perusahaan besar seperti Microsoft, Apple, dan Nvidia juga disebut-sebut ikut berpartisipasi dalam pendanaan ini. Ketiga perusahaan tersebut merupakan mitra OpenAI yang sudah berinvestasi di startup AI ini.
Selain penggalangan dana, Bloomberg juga melaporkan bahwa OpenAI tengah berdiskusi untuk mendapatkan pinjaman sebesar US$5 miliar dari beberapa bank. Wall Street Journal sebelumnya melaporkan pada Agustus bahwa Thrive Capital akan memimpin putaran pendanaan besar lainnya untuk OpenAI, dengan nilai sekitar US$1 miliar. Pada putaran tersebut, valuasi OpenAI diperkirakan mencapai US$100 miliar.
Namun, hingga saat ini, OpenAI belum mengonfirmasi laporan tersebut. Menurut sumber Bloomberg, OpenAI tidak menghasilkan cukup pendapatan dan diperkirakan akan membukukan kerugian operasional sebesar US$5 miliar pada akhir tahun ini. Beberapa analis memperkirakan bahwa biaya harian yang dikeluarkan oleh OpenAI mencapai US$700 ribu, atau sekitar Rp11,6 miliar, terutama karena tingginya biaya server AI milik Nvidia.
Laporan dari The Information menyebutkan bahwa OpenAI berpotensi bangkrut, meskipun ini bukan pertama kalinya prediksi seperti itu muncul. Beberapa analis sebelumnya telah memperingatkan bahwa persaingan ketat di sektor AI, dengan perusahaan seperti Anthropic, Amazon, Google, Nvidia, Meta, dan xAI, dapat menekan profitabilitas OpenAI. Selain itu, menurut laporan investigasi mengenai keuangan OpenAI yang dilihat oleh The Information, perusahaan tersebut telah mengeluarkan sekitar US$8,5 miliar (Rp140,25 triliun) untuk melatih model kecerdasan buatan dan membayar staf, dengan US$7 miliar di antaranya dialokasikan untuk melatih model bahasa besar (LLM) dan US$1,5 miliar untuk gaji karyawan.
Meskipun banyak tantangan, OpenAI tetap menjadi salah satu pemain terbesar di industri AI, berkat dukungan dari mitra-mitra besar seperti Microsoft.
Dengan ambisi besar untuk terus berada di garis terdepan inovasi AI, OpenAI saat ini menghadapi tantangan finansial yang serius. Meskipun telah mendapat dukungan dari perusahaan-perusahaan besar seperti Microsoft dan Nvidia, biaya operasional yang sangat tinggi dan persaingan ketat dari perusahaan-perusahaan lain membuat masa depan OpenAI dipertanyakan.
Keberhasilan OpenAI dalam menghadapi tantangan ini akan sangat menentukan masa depan teknologi AI secara keseluruhan. Di tengah ketidakpastian ini, satu hal yang pasti adalah bahwa AI akan terus menjadi elemen kunci dalam membentuk masa depan teknologi dan kehidupan manusia.