Sayurbox, platform online dengan konsep bisnis farm-to-table, menawarkan bahan-bahan segar dan produk sehat berkualitas tinggi langsung dari petani lokal Indonesia. Adanya Sayurbox ini bertujuan untuk memudahkan konsumen mengakses bahan segar dan produk berkualitas langsung dari petani dan masyarakat setempat.
Dari segi ekonomi, Sayurbox didirikan untuk memutus mata rantai panjang antara petani dan konsumen sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan petani lokal. Sehingga, tidak hanya memudahkan akses sayur atau buah segar, tetapi juga membantu petani mendapatkan penghasilan dengan lebih mudah.
Dalam sistem mereka, Sayurbox telah menggunakan sistem Amazon Web Service (AWS) untuk kegiatan pemantauan dan analitik data dari sistem manajemen operasional dan inventaris. Hasil dari data analitik tersebut akan diperkirakan permintaan dan dicocokkan dengan sumber pasokan.
Selama hampir 7 tahun didirikan (didirikan tahun 2016), target pasar dari Sayurbox sendiri mengarah ke business-to-business (B2B) dan business-to-consumer (B2C).
Setelah dievaluasi, Co-Founder and CEO Sayurbox, Amanda Susanti, mengatakan bahwa berdasar hasil pendapatan pada 2022, model bisnis B2B mencatatkan pendapatan yang lebih besar dibandingkan B2C.
"Sekitar 60 persen itu B2B dan 40 persen itu B2C," kata Amanda, Rabu (1/3/2023).
Amanda juga menambahkan, pasca merebaknya pandemi, penjualan dan transaksi model bisnis B2C meningkat signifikan. Tetapi, dengan meredanya pandemi dan dimulainya kembali operasi, Sayurbox mengalami peningkatan transaksi dan konsumen model bisnis B2B.
Oleh karena itu, Sayurbox mulai fokus untuk mengembangkan model bisnis business-to-business (B2B) yang sejalan dengan hasil pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan business to consumer (B2C).
Saat ini, Sayurbox telah memasok sayuran dan buah-buahan ke beberapa perusahaan. Mulai dari hotel, restoran dan kafe (horeka), pasar modern dan pasar basah.
“Kami juga supply ke Blibli Mart, Tokopedia dan Alfa Group, ada buah untuk Alfa Group,” Ungkap Amanda.
Ia juga membeberkan buah dan sayur yang dijual sesuai dengan kualitasnya. Kelas A paling laris di Sayurbox, sedangkan Kelas B untuk Horeka dan Pasar Modern, serta Kelas C untuk Pasar Basah dan Pabrik. “Beberapa konsumen (B2B) juga menginginkan campuran grade B dan C, biasanya pabrikan,” tambah Amanda.
Juga di wilayah Bali, Sayurbox menutup layanan B2C dan memfokuskan bisnisnya pada B2B. Pasalnya, industri F&B dan catering tumbuh signifikan sejak pandemi. Di Bali sendiri, Sayurbox menyuplai supermarket Pepito.
Pada saat yang sama, pertumbuhan B2C dapat mencapai 20-30% per bulan pada 2020-2021, sementara permintaan B2B melambat pada periode yang sama akibat penutupan dan pembatasan tempat-tempat umum.
Amanda juga menegaskan bahwa B2C saat ini masih terus berkembang, meski tidak signifikan di awal pandemi. “Kita masih tumbuh, tapi tidak sebesar saat pandemi. Sekarang antara 7 sampai 10 persen dan itu bagus,” pungkasnya.
Sayurbox saat ini tidak menutup bisnisnya untuk melayani kepada konsumen langsung, tetapi lebih ke mematangkan strategi untuk fokus meningkatkan pertumbuhan dalam business-to-business (B2B). Mengingat keadaan yang sudah lebih baik dari pandemi, sehingga diharapkan penjualan ke berbagai bisnis usaha lain juga turut tumbuh signifikan.
Sumber terkait: www.sayurbox.com