Beredar isu kontroversial dari Arab Saudi yang berencana memperkenalkan ibadah haji secara virtual melalui metaverse.
Sebelumnya, metaverse (meta semesta) merupakan bagian dari internet yang menciptakan dunia virtual, dibuat semirip mungkin dengan dunia nyata, yang tokohnya digantikan oleh karakter fiksi atau avatar, sehingga tetap bisa berinteraksi dan bertatap muka. Metaverse menggabungkan teknologi virtual reality (VR) dan augmented reality (AR).
Pada Desember 2021, Pemerintah Arab Saudi melakukan diskusi yang membahas mengenai rencana ibadah haji yang dimasukkan dalam dunia metaverse. Metaverse menyebutnya "Virtual Balck Stone Initiative" yang merupakan gambaran Hajr Aswad secraa virtual.
Seperti dilansir dari laman hurriyetdailynews, Selasa (8/2/2022), ikon paling suci umat Islam memang benar akan bisa dilihat dimana saja menggunakan teknologi kacamata metaverse.
Pernyataan tersebut mendapat berbagai pertentangan di media sosial. Berbagai pihak menyebut ibadah haji tidak bisa dilakukan secara virtual.
Rukun haji seperti tawaf (mengelilingi ka'bah sebanyak 7 putaran yang berlawanan dengan jarum jam) dan sa'i (berlari-lari kecil antara bukit Safa dan Marwah sebanyak 7 kali) harus dilakukan secara fisik di Makkah.
Sementara itu, Mejelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi adanya teknologi Ka'bah di metaverse bisa menjadi simulasi untuk memudahkan para calon jamaah haji dan umrah untuk mengetahui lebih dulu di mana letak-letak berbagai situs suci yang nantinya dilakukan.
Ketuua MUI bidang Fatwa, Asrorun Niam menyatakan bahwa teknologi sebagai bentuk muamalah atau hubungan yang baik dengan manusia, mempermudah urusan manusia.
"Mulai dari mana nanti tawafnya, kemudian di mana Al Mustajabah tempat-tempat mustajab, di mana Makam Ibrahim, kemudian di mana Hajar Aswad, kemudian di mana Rukun Yamani, dan di mana Mas'ah. Maka dengan teknologi itu bisa lebih mudah dikenali sehingga tergambar oleh calon jamaah," ujar Asrorun.