Siapa yang tak kenal YouTube? Zaman sekarang, baik usia dini, remaja, orang tua, hingga lansia pasti mengetahui platform satu ini. YouTube menjadi salah satu media favorit masyarakat untuk menonton berbagai video menarik yang mungkin tidak dihadirkan dalam media lain.
Berdasarkan penelitian dari Global Media Insight, Indonesia menempati urutan ketiga dengan pengguna YouTube terbesar di dunia, yakni sebesar 127 juta. Hal ini dibuktikan dengan pangsa pasar YouTube menempati urutan setelah Facebook, yakni mencapai 21,42% per April 2022. Urutan pertama dengan penggua YouTube terbesar yakni India dengan 467 juta, disusul Amerika Serikat dengan 240 juta pengguna.
Data tersebut sesuai dengan besarnya minat masyarakat Indonesia yang ingin menjadi YouTuber. Mereka yang memiliki keunikan dari yang lain, kreatif membuat berbagai macam konten, dan percaya diri di depan kamera akan menarik perhatian viewers. Hal ini juga yang mendasari Presiden Joko Widodo dalam menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut terdapat beberapa point penting, salah satunya Pemerintah memperbolehkan konten YouTube digunakan sebagai jaminan pinjaman bank maupun non-bank, dengan syarat dan ketentuan berlaku, seperti memiliki sertifikat YouTube dan sudah terdaftar ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Tindakan ini sekaligus menjadi upaya untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual para konten kreator.
Lantas, bagaimana prosedur pendaftaran agar mendapat pinjaman? Biasanya, tidak semua bank memberikan prosedur yang sama, tetapi berikut merupakan ketentuan umum yang digunakan:
1. Mengajukan proposal pinjaman ke lembaga keungan yang dituju
2. Membawa bukti kepemilikan usaha ekonomi kreatif
3. Memiliki hak cipta atas produk ekonomi kreatif dan sertifikat kekayaan intelektual.
Semakin tinggi nilai dan potensi ekonomi dari karya cipta YouTube (semakin banyak jumlah viewers) maka nilai pinjaman yang diberikan akan semakin tinggi.
Namun, sampai saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih mengkaji apakah prospek Hak Kekayaan Intelektual layak menjadi jaminan pinjaman kredit ke lembaga keuangan. Masalah tersebut terkait dengan valuasi, ketersediaan secondary market, penentuan nilai barang jaminan kredit, kemampuan membayar calon debitur, dan infrastruktur hukum eksekusi HKI.
Rencana ini sebenarnya penting untuk melindungi dan mendayagunakan hak kekayaan intelektual masyarakat, tetapi butuh persiapan yang matang terkait cara kerjanya.