Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki peran vital dalam perekonomian Indonesia.
Menurut Siaran Pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia pada 1 Oktober 2022, kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 60,5% dan penyerapan tenaga kerja mencangkup 96,9% dari total penyerapan tenaga kerja nasional.
Mengingat bahwa keberadaan UMKM tidak akan pernah punah, pemerintah terus berupaya untuk memberdayakan berbagai bentuk UMKM, evolusi digitalisasi warung di Indonesia.
Hal ini dilakukan agar warung-warung di Indonesia menjadi lebih efektif dari segi persediaan maupun penjualan.
Saat ini juga sedang berkembang kerja sama antara warung dengan berbagai e-commerce, sehingga hal ini menjadi potensi yang besar bagi UMKM dan startup di Indonesia untuk terus berinovasi mengembangkan bisnisnya.
Pada 2020 lalu, Gojek resmi mengumumkan GoToko, platform business-to-business (B2B) yang menghubungkan warung kelontong dengan pihak distributor dan produsen barang kemasan. Seperti diketahui, GoToko merupakan perusahaan joint venture antara GoTo dengan Unilever.
Melalui GoToko, pemilik warung dapat memesan berbagai macam produk konsumsi dari berbagai merk dengan harga yang lebih kompetitif dan transparan.
CEO dan President Director GoToko, Gurnoor Singh Dhillon, menjelaskan bahwa, warung sudah terbukti tahan banting, baik ketika ada pandemi Covid-19 hingga krisis bahan pangan akibat perang antara Rusia dan Ukraina.
GoToko berupaya untuk menjadikan teknologi digital sebagai basis dari warung-warung di Indonesia, sehingga ia yakin bahwa warung akan dapat bertahan di kala rumor resesi tahun 2023.
"Indonesia merupakan pasar yang terus bertumbuh dan warung merupakan salah satu kebutuhan sehari-hari, sehingga warung masih bisa berkembang di tengah ancaman resesi global," ujar Gurnoor di Warehouse GoToko, Rabu (23/11/2022).
Di Indonesia sendiri terdapat 3,6 juta warung yang tersebar di 34 provinsi. Dari jumlah tersebut, diperkirakan hanya sekitar 500.000-700.000 warung yang telah dilayani oleh brand principals atau FMCG. Artinya, masih ada 2,5 juta warung yang belum terkoneksi dengan brand principals.
Brand principals (produsen) biasanya hanya menunjuk satu distributor yang bisa fokus dalam pendistribusian produk dalam wilayah tertentu.
Adanya persaingan yang semakin ketat juga mengharuskan warung terkoneksi dengan perusahaan FMCG (fast moving consumer goods), atau perusahaan yang memperjualbelikan produk yang sangat laris, terjual cepat, dengan harga yang terjangkau.
Warung-warung yang belum terhubung dengan brand principals atau biasa disebut underserved retailers itu selama ini membeli kebutuhannya melalui banyak distributor.
Hal ini mengakibatkan ketidakefisienan pembelian persediaan dan harga pembelian yang mereka dapatkan juga kurang kompetitif, sehingga biaya modal yang dikeluarkan pemilik warung menjadi lebih besar.
“GoToko hadir untuk membantu warung yang underserved retailers itu dalam mengembangkan bisnisnya. Kami hadir bukan sebagai disruptor, melainkan enabler yang bertujuan untuk melengkapi kebutuhan underserved retailers menyempurnakan layanan mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari pelanggannya,” lanjut Gurnoor.
Untuk mengoptimalkan layanannya, GoToko didukung oleh delapan warehouse dan tiga penghubung. Saat ini, GoToko telah hadir di 37 Kabupaten/Kota pada 13 cluster di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali.
Tidak bisa dibantah bahwa keberadaan warung dekat dengan masyarakat. Oleh karena itu, kinerja warung menentukan pemenuhan persediaan produk konsumsi. Semakin efektif dan efisien warung dalam membeli persediaan produk, maka akan semakin menekan modal awal, sehingga mereka dapat mendapatkan harga yang kompetitif untuk dapat bersaing secara nasional maupun global.