Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan perusahaan rintisan (startup) di Indonesia menunjukkan tren yang sangat positif. Dengan semakin banyaknya inovasi di berbagai sektor, mulai dari teknologi hingga agribisnis, startup Indonesia telah berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi digital. Namun, di balik peluang yang ada, startup lokal masih menghadapi berbagai tantangan untuk bisa bersaing di tingkat global. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga pendidikan internasional, menjadi kunci dalam membantu startup mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (MenKopUKM), Teten Masduki, menguraikan tiga tantangan utama yang dihadapi perusahaan rintisan (startup) Indonesia untuk menembus pasar global. Hal ini disampaikan dalam sesi sharing program Startup Go Global 2024 dengan tema "Meningkatkan Daya Saing Startup Indonesia dari Lokal Menuju Global" yang diadakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) di Jakarta, Selasa (17 September 2024).
Dalam sambutannya, Teten menekankan bahwa peluang bagi startup lokal untuk go global sangat terbuka, terutama jika tiga tantangan utama ini dapat diatasi dengan baik. “Ada tiga tantangan utama yang sering dihadapi startup. Untuk mengatasi tantangan ini, kami berkomitmen memberikan dukungan penuh kepada startup Indonesia melalui berbagai program strategis,” kata Teten.
Tantangan pertama adalah akses ke pasar global. Teten menjelaskan bahwa startup Indonesia harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang pasar internasional, mencakup aspek regulasi, budaya bisnis, dan preferensi konsumen di negara tujuan. Sebagai bagian dari solusi, KemenKopUKM bekerja sama dengan Queenland University of Technology (QUT) Australia dalam program Startup Go Global 2024 untuk memperkuat dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM) di sektor startup.
Kerja sama ini memungkinkan startup dan inkubator Indonesia belajar dari praktik-praktik terbaik dalam pengembangan agribisnis yang sukses di Australia. "Kami berharap kolaborasi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi kemitraan kedua negara," ujar Hellen Wallace, perwakilan dari QUT Australia.
Tantangan kedua adalah kapasitas dan skalabilitas. Startup perlu membangun kapasitas yang memadai dan strategi untuk berekspansi, baik dari sisi teknologi, SDM, maupun permodalan. Teten menambahkan bahwa KemenKopUKM telah menjalin komunikasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk mengkomersialisasikan hasil riset dari akademisi dan profesional, sehingga bisa diubah menjadi produk yang dipasarkan oleh startup.
“Startup perlu memahami bisnis apa yang mereka jalankan agar teknologi digital yang dikembangkan mengikuti bisnis, bukan sebaliknya,” jelas Teten.
Tantangan ketiga adalah kolaborasi dan jaringan internasional. Teten menekankan pentingnya bagi startup untuk menjalin kemitraan dengan pihak-pihak internasional, seperti pemerintah, lembaga riset, dan perusahaan global. “Banyak negara memiliki ekosistem startup yang terbuka untuk dimanfaatkan. Kami sudah bekerja sama dengan DBS Singapura, Australia, Belanda, Korea Selatan, dan lainnya untuk mendorong lebih banyak startup Indonesia go international,” tutupnya.
Meskipun tantangan untuk go global masih signifikan, optimisme tetap tinggi di kalangan para pelaku startup di Indonesia. Dengan adanya dukungan dari pemerintah, kemitraan internasional, dan akses terhadap riset serta inovasi, startup Indonesia memiliki potensi besar untuk tidak hanya bersaing di pasar lokal, tetapi juga meraih pangsa pasar global. Inisiatif seperti program Startup Go Global 2024 menjadi salah satu bukti bahwa ekosistem startup Indonesia semakin siap menghadapi persaingan global, dan diharapkan dapat menjadi motor penggerak baru bagi pertumbuhan ekonomi nasional di masa mendatang.