Masalah iklim di dunia menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia pada era modern. Perubahan iklim disebabkan oleh aktivitas manusia, terutama pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan polusi.
Akibatnya, terjadi pemanasan global yang menyebabkan cuaca ekstrem, naiknya permukaan air laut, pencairan gletser, dan perubahan ekosistem. Fenomena ini berdampak luas pada kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Perubahan iklim menyebabkan bencana alam yang semakin sering dan intens, seperti banjir, kekeringan, badai, dan kebakaran hutan. Ketidakstabilan cuaca mengganggu pertanian, menyebabkan kelangkaan pangan, dan meningkatkan risiko krisis kelaparan di beberapa wilayah dunia.
Selain itu, peningkatan suhu global mempercepat pencairan es di kutub, yang mengakibatkan kenaikan permukaan air laut. Ini mengancam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ancaman banjir rob, bahaya terendamnya lahan, dan migrasi paksa penduduk.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Amazon Web Services (AWS) menghadirkan Program Compute for Climate Fellowship, sebuah inisiatif yang menyediakan pendanaan untuk startup dengan fokus pada perubahan iklim. Dalam pengaplikasiannya, Amazon bekerja sama dengan International Research Center on Artificial Intelligence (IRCAI), yang merupakan sebuah unit dari UNESCO.
Menurut John Shawe-Taylor, direktur IRCAI, kolaborasi ini diharapkan dapat menghasilkan penemuan-penemuan baru yang dapat membantu mengatasi bencana iklim.
"Melalui kemitraan dengan AWS ini, kami ingin menemukan beberapa startup paling inovatif di luar sana dan membantu mereka secara etis memanfaatkan AI dan komputasi tingkat lanjut untuk membangun terobosan yang dapat mengatasi beberapa tantangan utama yang ditimbulkan oleh krisis iklim," terang John, pada Senin (31/7/2023).
John mengklaim bahwa AWS akan memberikan pinjaman sebanyak yang mereka butuhkan kepada startup yang terpilih. Startup yang terpilih adalah startup yang mengklaim dapat mengatasi dampak dari isu-isu global yang paling mendesak saat ini dengan konsep yang paling orisinil dan ambisius.
Startup-startup ini juga dapat mengembangkan respons baru terhadap tantangan iklim dengan menggunakan komputasi canggih dan kecerdasan buatan dengan memanfaatkan alat dan layanan AWS secara gratis.
Nantinya, IRCAI dan AWS juga akan mengirimkan sekelompok spesialis di bidang AI, keberlanjutan, dan etika untuk bekerja sama dengan startup-startup yang terpilih. Semua desain bukti konsep perusahaan akan mematuhi standar etika yang disusun UNESCO melalui kecerdasan buatan.
"Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap solusi dibangun dengan teknologi yang terpercaya dan aman." kata John. Pendaftaran Program Compute for Climate Fellowship dibuka sampai dengan tanggal 31 Agustus 2023.
Lebih lanjut, adanya Program Compute for Climate Fellowship ini bertujuan menanggapi krisis iklim yang memerlukan kerjasama dan tindakan kolektif dari seluruh negara dan masyarakat.
Upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, mengembangkan energi terbarukan, melestarikan hutan, dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya perlindungan lingkungan menjadi kunci dalam mengatasi masalah iklim di dunia. Tanpa tindakan yang serius dan komitmen bersama, dampak perubahan iklim akan terus berlanjut dan mengancam keberlanjutan bumi untuk generasi mendatang.