Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian yang merupakan sektor penting dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Tersedia dengan melimpahnya sumber daya alam, tak heran Indonesia memiliki luas daratan dan kondisi iklim yang sangat mendukung. Hal ini memunculkan kemungkinan pengembangan di bawah sektor agribisnis.
Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan jenis pengolahan pertanian yang berorientasi pada pembangunan perekonomian yang modern, efisien, dan berkelanjutan, sehingga dapat memberdayakan ekonomi massal.
Sayangnya, masalah pertanian modern masih belum dikuasai oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Pertanian secara konvensional sebagai ilmu turun temurun memang memberikan hasil, tetapi itu belum maksimal jika dibandingkan dengan hasil panen dengan sentuhan teknologi.
Amrit Lakhiani, pendiri startup Beleaf mencoba menjawab permasalahan ini. Pada tahun 2019, ia mendirikan Beleaf yang merupakan perusahaan smart farming yang memiliki misi meningkatkan hasil dan produktivitas petani terutama hasil perkebunan di seluruh Indonesia.
Perjalanan Beleaf diawali dengan produksi serta penjualan sayuran dan buah hidroponik premium, mulai dari sayuran hijau hingga melon. Dari pengalaman kebun mereka sendiri, tahun ini Beleaf mulai mengembangkan produknya ke sistem manajemen pertanian berbasis teknologi.
Beleaf menggunakan big data dan sistem Internet-of-Things (IoT) yang memungkinkan automasi yang akurat serta layanan manajemen pertanian lainnya. Saat ini, Beleaf fokus pada tiga fitur utama, yakni kontrol, otomatisasi, dan manajemen sistem.
Beleaf Operating System (Beleaf OS) merupakan platform yang menghubungkan perangkat IoT, pengumpulan data, pemantauan, logistik, penjadwalan, serta prediksi. Adanya sistem ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasi perkebunan.
Melalui platform Beleaf OS, petani dapat memantau proses pembibitan, suhu, nutrisi, posisi penanaman tumbuhan, aliran udara, kelembaban, irigasi, hingga pengemasan. Semua data yang dihasilkan akan menjadi feedback atau umpan balik sebagai bahan evaluasi di masa mendatang.
Menjadi salah satu startup yang memiliki peran penting dalam keberlangsungan sektor agraris di Indonesia, Beleaf mengumumkan pendanaan tahap awal (seed funding) sebesar US$ 2 juta atau setara Rp30 miliar. Pendanaan itu dipimpin oleh firma modal ventura Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari MDI-Finch Capital's Arise, dan beberapa investor terkemuka lainnya.
Dana itu akan ia gunakan untuk mengembangkan teknologi dan termasuk membuka tempat riset dan komunitas di Jawa Barat. Tujuannya tidak lain untuk mengurangi angka ketergantungan pada buah dan sayur impor dan membawa komoditas buah dan sayur Indonesia untuk bersaing dalam pasar global.
Untuk market size buah dan sayur di Indonesia sendiri, menurut data dari Badan Pusat Statistik, disebutkan mencapai US$ 33 miliar, dengan peluang pertumbuhan menjadi US$ 56 miliar pada tahun 2026.
Di samping prospek yang menguntungkan ini, terdapat beberapa masalah seperti biaya input yang terus meningkat, adopsi teknologi yang buruk, kurangnya tenaga kerja pertanian, dan logistik yang tidak efisien.
Beleaf berupaya mengatasi tantangan ini dengan cara meningkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian, mengurangi biaya infrastruktur, dan mengurangi biaya usaha pertanian untuk mencapai harga yang kompetitif untuk sayuran dan buah-buahan lokal.
Rencana ke depan, selain telah mengeluarkan Beleaf OS, Beleaf akan menawarkan layanan end-to-end “Farming as a Service” yang lengkap, mulai dari operasi, distribusi, dan off taking yang menghubungkan petani, distributor, dan retailer dalam satu ekosistem terintegrasi.
Berbagai upaya dilakukan Beleaf untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas produksi buah dan sayur di Indonesia. Harapannya kecil sebenarnya, tidak ingin negara agraris dengan sumber daya alam yang melimpah ini malah menikmati buah dan sayur impor. Dengan adanya pendanaan awal ini diharapkan dapat mengembangkan sistem dan teknologi sehingga komoditas buah dan sayur Indonesia dapat dinikmati masyarakat Indonesia sendiri dan juga dapat bersaing dalam pasar global.